Rabu, 29 April 2009

AKSI SEKSUAL PRIA

Rangsangan Saraf untuk Kinerja Aksi Seksual Pria

Sumber sinyal saraf sensoris yang paling penting untuk memulai aksi seksual pria adalah gland penis. Gland penis mengandung sistem organ-akhir sensorik yang sangat sensitif yang meneruskan modalitas perasaan khusus yang disebut sensasi seksual ke dalam system saraf pusat. Aksi gesekan pada hubungan seksual terhadap gland penis merangsang organ-akhir sensorik, dan sensasi seksual selanjutnya menjalar melalui saraf pudendus, kemudian melalui pleksus sakralis ke dalam bagian sacral dari medulla spinalis, dan akhirnya dari medulla sampai ke daerah yang belum ditentukan dari serebrum. Impuls tersebut mungkin juga masuk ke medulla spinalis dari daerah yang berdekatan dengan penis untuk membantu merangsang aksi seksual. Sebagai contoh, rangsangan pada epitel anus,skrotum, dan struktur perineum secara umum dapat mengirim sinyal ke medulla yang meningkatkan sensasi seksual. Sensasi seksual bahkan dapat berasal dari struktur internal, seperti area yang mudah terangsang pada uretra, kandung kemih, prostat, vesikula seminalis, testis dan vas deferens. Tentu saja salah satu penyebab dari “dorongan seksual” adalah pengisian organ seksual dengan secret. Infeksi dan inflamasi pada organ seksual ini kadang-kadang menyebabkan keinginan seksual yang terus menerus, dan obat “afrodisiak”, seperti cantharides, meningkatkan keinginan seksual dengan merangsang kandung kemih dan mukosa uretra

adaptasi organisme

Ikan mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berlangsung dengan normal. Permasalahan osmoregulasi hewan air tawar berlawanan dengan yang dialami hewan laut. Hewan air tawar secara konstan mengambil air melalui osmosis karena osmolaritas cairan internalnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan osmolaritas sekelilingnya.
Adaptasi organisme terhadap tekanan osmotik terjadi pada ikan salmon dan ikan sidat. Ikan salmon dewasa hidup di laut yang airnya asin, tetapi saat akan bertelur ia berenang menuju hulu sungai yang airnya payau. Larva ikan salmon menetas di sungai. Salmon yang bermigrasi antara air laut dan air tawar bersifat euryhalin. Ketika berada di laut, salmon akan meminum air laut dan mengekskresikan kelebihan garam dari insang. Setelah migrasi ke air tawar, salmon berhenti minum, dan insangnya mulai mengambil garam dari lingkungan yang konsentrasinya tidak pekat, seperti halnya insang ikan-ikan yang menghabiskan hidupnya dalam air tawar. Ikan ini mengeluarkan urin dalam jumlah besar dan sangat encer karena osmolaritas cairan internalnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dengan osmolaritas di sekelilingnya. Oleh karena itu, ikan ini bersifat anadromus.
Sebaliknya pada ikan sidat, bentuknya persis belut hanya saja dia hidup di air. Bentuk tubuh menyerupai ular, panjang dapat mencapai 50-125 cm, sirip punggung dan sirip dubur menyatu dengan sirip ekor, sisik sangat kecil yang terletak di dalam kulit, kepala lebih panjang dibandingkan jarak antara sirip punggung dengan anal. Sidat mempunyai sifat katadromus yaitu masa menjelang dewasa ikan sidat hidup di air tawar kemudian bermigrasi untuk bertelur atau berkembang biak di air laut. Ikan ini toleran terhadap salinitas, temperatur dan tekanan yang berbeda-beda. Dia akan berkembang biak di laut, bertelur dan menetas, setelah menginjak menetas dan mampu berenang mencari air tawar, sampai dewasa untuk siap memijah lagi. Setelah telur menetas fase "glass ell" masih berada di laut, bentuknya transparan. Setelah wujudnya menyerupai cacing baru dia mencari air tawar. Sama seperti ikan Salmon, ikan sidat juga memiliki toleransi yang besar terhadap salinitas atau disebut euryhalin. Ketika ikan ini bermigrasi ke laut untuk memijah, maka ia harus beradaptasi terhadap salinitas air laut yang tentunya lebih tinggi. Ikan ini merupakan osmoregulator yang kuat yang berfungsi untuk mempertahankan konsentrasi garam internal yang lebih rendah dari konsentrasi garam air laut. Air garam cenderung menyebabkan tubuh terdehidrasi, untuk mengkompensasi kehilangan air, maka ia melakukan sistem osmoregulasi seperti ikan-ikan air laut, yaitu dengan banyak meminum air laut, lalu memompa keluar kelebihan garam melalui insangnya, serta mengekeskresikan urin dalam jumlah yang relatif sedikit.

tanah sebagai suatu ekosistem

Tanah bukan semata-mata sebagai benda mati. Tanah mengandung semua bentuk kehidupan berupa flora dan fauna, sehingga tanah mempunyai ciri-ciri tertentu sebagai benda hidup. Oleh karena itu tanah tersusun atas komponen abiotik dan biotik maka tanah pada dasarnya merupakan suatu ekosistem. Keseluruhan masyarakat hidup tanah dinamakan edafon. Edafon merupakan bagian dari bahan organik tanah. Penyusun bahan organik tanah yang lain adalah akar tanaman hidup dan mati, sisa akar dan bagian tumbuhan lain yang sudah terombak dan berubah sebagian, dan zat-zat organik baru hasil sintesa, baik berasal dari bahan nabati maupun dari bahan hewani. Bahan organik hasil sintesis ini diberi nama umum humus. Menurut pengertian konvensional, bahan tumbuhan kasar misalnya akar dengan diameter di atas 2 cm, mikrofauna, dan hewan vertebrata tidak termasuk bahan organik tanah (Schroeder, 184).
Humus merupakan bagian terbesar bahan organik tanah mineral. Akar berada di urutan kedua dan edafon merupakan urutan terkecil. Meskipun jumlahnya sedikit namun peranan edafon dalam proses-proses tanah sangat besar, khususnya dalam pelapukan mineral dan dekomposisi bahan organik. Jumlah dan ragam humus bergantung pada keadaan lingkungan pembentukannya berkenaan dengan suhu, lengas, aerasi, panjang hari, ketersediaan hara, sifat fisik, kimia dan biologi tanah, serta timbulan, dan tergantung pada macam vegetasi sebagai sumbernya. Dalam tanah hutan kadar humus dalam bahan organik kerap kali kurang dari 50% berat bahan kering. Dalam tanah perumputan kadarnya dapat mencapai 85%. Kadar edafon dalam bahan organik tanah berentangan 1-10% (maksimum) berat bahan kering. Dalam tanah perumputan kadarnya sekitar 5%.
Bagian terbesar edafon berupa flora tanah yaitu fungi, algae, bakteri, dan aktinomicetes, sumbangan populasi flora tanah kepada massa edafon ialah 60-90% bobot kering, dengan massa fungi dan algae seimbang dengan massa bakteri dan aktinomicetes. Di kalangan fauna tanah, cacing tanah terdapat paling banyak, yang dalam tanah perumputan dapat mencapai 12% berat bahan kering edafon.
Tanah menyediakan kebutuhan hidup edafon berupa bahan organik sebagai sumber energi dan hara, bahan mineral sebagai sumber hara, air, oksigen, CO2 sebagai sumber C dan energi bagi bakteri autotrof, dan bahang (suhu). Tanah juga berfungsi melindungi hidup edafon dengan jalan membatasi fluktuasi suhu dan kelembaban. Edafon biasa hidup berasosiasi dengan tumbuhan secara sinergistik. Banyak fungi yang hidup bersimbiosis dengan akar tumbuhan (mikorisa). Maka edafon lebih banyak ditemukan dalam risosfer, khususnya bakteri dan fungi. Risosfer ialah volum tanah beserta air dan udara yang dikandungnya dan bersama dengan organisme yang berasosiasi, yang menyelimuti langsung perakaran tumbuhan.
Akar mengeluarkan CO2, O2 dan eksudat berupa zat-zat organik sederhana. CO2 membuat lapisan tanah menjadi agak asam yang melancarkan pelarutan hara dari rombakan batuan, yang berguna tumbuhan sendiri dan flora tanah. CO2 juga diperlukan oleh bakteri autotrof sebagi sumber C dan energi. O2 diperlukan oleh flora tanah aerobik dan fauna tanah. Eksudat agar berguna bagi flora tanah heterotrof sebagai sumber C, N, dan energi yang mudah dirombak. Kebanyakan bakteri dan aktinomicetes tanah bersifat aerob. Hasil mineralisasi yang dikerjakan oleh flora heterotrof-saprofitik berguna untuk bekalan hara tumbuhan. Dengan asosiasi tumbuhan dengan flora sprofitik daur hara dapat berlangsung. Jasad renik juga melakukan langkah-langkah yang penting dalam fase-fase padat, cair, dan gas dari sistem tanah- tumbuhan-atmosfer- hidrosfer. Tanpa proses-proses organik tersebut berbagai daur energi (O2, CO2, N2, S, P, air, bahang) akan terhenti dan semua makhluk hidup termasuk manusia akan kehilangan penopang kehidupan.
Ada kaedah biologi bahwa semakin ukuran makhluk, semakin besar jumlah dan pengaruhnya. Maka tindakan jasad renik dalam tanah jauh luas dan jauh lebih menentukan daripada tindakan insekta dan hewan vertebrata penghuni tanah. Peningkatan kegiatan sehubungan dengan kehalusan ukuran jasad dapat juga dijelaskan dari sudut perluasan permukaan jenis jasad. Pada asasnya reaksi jasad renik dengan lingkungannya juga berlangsung lewat antarmuka (jerapan, serapan, difusi, eksudasi). Bahan hara (ion, molekul, makro, koloid) cenderung memekat pada antar muka padatan-cairan. Maka ketersedian permukaan yang dapat dihuni memainkan peranan utama dalam menentukan pertumbuhan dan agihan jasad renik dalam habitat semacam itu. Keadaan ini ditemukan dalam tanah. Jasad renik menduduki permukaan zarah-zarah tanah lewat proses adesi dan jerapan. Sehubungan dengan peristiwa ini bakteri dapat disebut koloid hidup.
Edafon juga berperan penting sekali karena menghasilkan humus dari bahan organik. Akar tumbuhan mengalihkan banyak bahan organik ke tanah berupa bahan sayatan akar sewaktu akar tumbuh menembus tanah dan lendir akar yaitu bahan granuler dan serabut halus serupa agar-agar menutupi permukaan akar dan rambut akar. Selama masa tumbuh tumbuhan semusim kira–kira 50% C-organik yang dialihtempatkan dari trubus (tp, shoot) ke akar dilepaskan ke tanah dalam bentuk C-organik, dan 20% dilepaskan ke dalam tanah dalam bentuk CO2 lewat pernapasan akar. Selebihnya yang 30% sampai pada akhir masa pertumbuhan tumbuhan tetap berupa akar utuh. Bahan-bahan organik ini siap dirombak oleh mikroorganisme risosfer yang antara lain menghasilkan humus. Risosfer merupakan suatu ekosistem yang khas dan berbeda jelas dengan ekosistem di luar risosfer.
Reaksi-reaksi biologi dalam tanah yang terpenting sekali berkenaan tanah sebagai ekosistem ialah:
1. Penyematan N2 udara yang dikerjakan oleh bakteri (Rhizobium) dan aktinomisetes yang bersimbiosis dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, oleh bakteri yang hidup bebas dalam tanah (Azotobacter, Beijerinckia, dll) dan oleh algae Nostoc, Anabaena.
2. Proteolisis (pelepasan N amino dari bahan organik) dan amonifikasi (reduksi Namino menjadi NH3) yang dikerjakan oleh bagian besar mikroorganisme tanah.
3. Nitrifikasi yang berlangsung lewat 2 tahap yaitu nitritasi (oksidasi ammonia menjadi nitrit) oleh Nitrosomonas dan Nitrosolobus, dan nitritasi (oksidasi nitrit menjadi nitrat) oleh Nitrobacter.
4. Denitrifikasi (reduksi nitrit atau nitrat menjadi gas N (NO, N2O2, N2) yang dapat dikerjakan oleh banyak spesies bakteri tanah.
5. Daur belerang. Mineralisasi fraksi S organik dalam keadaan tumpat air (water logged) menghasilkan H2S. Dengan ketersediaan Fe sebagian H2S membentuk FeS atau Fe S2 (pirit). Dalam lingkungan aerob sulfida anorganik mengalami otoksidasi menjadi sulfat. Dalam lingkungan anaerob H2S dioksidasi S unsur oleh bakteri fotosintetik dan kemotrofik. Dalam keadaan aerob S unsur dioksidasi menjadi sulfat oleh bakteri S kemotrofik (Beggiatoa, Thiotrix, Thiobacillus). Sulfat adalah bentuk S yang dapat diserap tumbuhan. Dalam keadaan anaerob sulfat kembali direduksi menjadi H2S oleh bakteri Desulfovibrio.

Selasa, 24 Maret 2009

Refleks

Refleks adalah gerakan yang dilakukan tanpa sadar dan merupakan respon segera setelah adanya rangsang[1]. Pada manusia gerak refleks terjadi melalui reflex arc.

Gerak refleks dapat digunakan pada pemeriksaan neurologis untuk mengetahui kerusakan atau pemfungsian dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.

Gerak refleks dapat dilatih misalnya pengulangan dari gerakan motorik pada latihan olah raga atau pengaitan dari rangsang oleh reaksi otomatis selama pengkondisian klasikal.

http://id.wikipedia.org/wiki/Refleks